Halaman

Kamis, 29 Januari 2015

Di Balik Semangat Bangun Putera

Bangun Putera adalah Sekolah Luar Biasa di salah satu sudut Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sekolah ini terdapat anak-anak berkebutuhan khusus dengan beragam disabilitas, termasuk keterbelakangan mental.

Hari Sabtu (13/12/14), bersama dengan rekan-rekan mahasiswa dari Unit Penalaran Ilmiah UGM, saya berkunjung ke sekolah ini untuk berbagi dengan murid-murid Bangun Putera.

Membimbing Difabel
Kami mempersiapkan beragam keterampilan dan beberapa perlombaan. Lomba yang kami usung sederhana, seperti makan kerupuk, melempar bola, lari kelereng, dan menangkap ikan. Namun untuk anak dengan keterbelakangan mental, hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Kami perlu mendampingi setiap murid supaya dapat mengikuti lomba dengan baik. Membimbing anak-anak ini tidak semudah membimbing anak-anak normal. Ada saja tingkah polah mereka. Tak jarang ada anak yang tiba-tiba lari begitu saja sesuka hati ketika sedang mengikuti lomba.

Jika kami kewalahan, sesekali para guru membantu menangani murid. Para guru senantiasa berada di sekeliling kami. Mata para guru tak sedikitpun berlalu dari para murid, seolah memastikan bahwa mereka dapat mengikuti acara kami dengan baik.

Dedikasi di Balik Prestasi
Usai perlombaan, tak disangka ternyata pihak sekolah pun telah mempersiapkan pertunjukan dari perwakilan murid untuk menyemarakkan acara kami. Tiga orang murid dengan keterbelakangan mental menari reog lengkap dengan kostum pendukung. Gerakan tubuh mereka mengikuti iringan gending jawa dengan teratur. Tak hanya itu, ada pula pertunjukan fashion show dari murid-murid perempuan yang berlenggak bak peragawati. Mereka berdandan dengan kostum yang cantik. Ternyata, gadis-gadis ini baru saja memenangkan lomba fashion show internasional untuk difabel. Luar biasa!

Setelah merasakan sendiri bagaimana susahnya membimbing anak-anak berkebutuhan khusus, saya semakin salut pada para guru di Bangun Putera. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk membimbing anak-anak ini hingga dapat berkreasi bahkan berprestasi. Ini tidak mudah, mereka paham itu. Diperlukan ekstra kesabaran dan keteguhan untuk bisa mengajari anak-anak difabel. Dan tanpa mereka, siapa yang akan membukakan jendela ilmu anak-anak itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar