Halaman

Kamis, 01 Oktober 2015

Menjajaki Negeri Laskar Pelangi

Belitung telah menjadi salah satu destinasi wisata favorit semenjak lahirnya film Indonesia yang ditulis oleh salah satu putera daerahnya, Laskar Pelangi. Pantai dengan gugusan batu-batu besar yang menjadi salah satu scene di film ini sukses meningkatkan wisatawan di Belitung.
Pulau Belitung adalah bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau ini memiliki bandara sendiri yang terletak di Tanjung Pandan. Jika ingin ke pulau ini pastikan langsung mendarat di Bandara Sultan Hanandjoeddin, Belitung.

Icon Belitung
Kawasan Belitung yang wajib dikunjungi adalah Pantai Tanjung Tinggi. Di pantai inilah scene film Laskar Pelangi dibuat dan seolah telah menjadi icon pulau ini. Pantai ini menyuguhkan gugusan batu-batu besar yang bersanding dengan air laut yang jernih dan bersih. Tak hanya itu, dari pesisir pantai, wisatawan dapat mengunjungi pulau-pulau kecil di sekitar belitung menggunakan kapal dan menikmati surga bahari di negeri Laskar Pelangi. Pulau Lengkuas dan Pulau Kelayang adalah beberapa pulau yang dapat dikunjungi. Pulau-pulau ini sudah dikemas dengan cukup menarik yang dilengkapi dengan kafe-kafe yang dapat disinggahi wisatawan yang menepi di pulau.



Negeri Andrea Hirata
Selain wisata pantai, destinasi favorit lainnya adalah replika Sekolah Dasar yang digunakan sebagai sekolah di film Laskar Pelangi. Destinasi ini terletak di Belitung Timur, sekitar 1,5 jam dari Tanjung Pandan. Meskipun hanya sebuah replika Sekolah Dasar, destinasi ini selalu ramai pengunjung untuk berfoto. Seolah berfoto di Sekolah Dasar Laskar Pelangi sudah menjadi syarat sah jika traveling ke Belitung.

Tak jauh dari replika Sekolah Dasar, terdapat musium kata Andrea Hirata. Di musium ini dapat dijumpai berbagai karya Andrea Hirata baik novel maupun tulisan-tulisan lain. Musium ini dikemas secara unik dan artistik sehingga mengundang pengunjung untuk merapat ke tempat ini.




Kuliner Khas
Traveling tak lengkap jika tanpa mencicipi kuliner khas. Ada beberapa pilihan kuliner Belitung yang wajib dicicipi. Bagi penikmat mie, Belitung punya suguhan mie yang khas. Salah satu yang terkenal menjual Mie Belitung adalah Mie Atep yang terletak di Jalan Sriwijaya, Tanjung Pandan.
Selain mie, kuliner khas lainnya adalah Belitung Tempo Doeloe. Tempat makan ini menyuguhkan menu-menu khas Belitung yang dikemas dengan perlengkapan-perlengkapan tradisional. Kolaborasi rasa dan dekorasi tempat ini sangat merepresentasikan Belitung di masa lampau.

@dwilestarin

Kamis, 25 Juni 2015

Petromat: Lampu Air Garam untuk Nelayan yang Lebih Hemat

Petromat, bukan Petromak. Yang akrab di telinga masyarakat memang Petromak, lampu berbahan bakar minyak tanah yang umumnya digunakan sebagai penerangan di pedesaan. Namun kali ini hadir lampu 'Petromak' generasi baru yang lebih hemat dan efisien, Age Petromat.

Bahan Bakar Air Garam
Seiring dengan perkembangan dunia riset, kini hadir lampu yang dapat menyala hanya dengan air garam. Lampu yang diusung oleh salah satu dosen dari IPB ini berbentuk menyerupai petromak yang sudah sering digunakan masyarakat. Hanya saja, nyala lampunya berasal dari air garam yang direaksikan dengan elektroda.

Konsepnya sederhana, yaitu dengan memanfaatkan reaksi kimia yang terjadi antara air garam dengan batang elektroda seperti yang pernah diajarkan di bangku sekolah. Dari reaksi tersebut dihasilkan arus listrik yang dapat membuat lampu LED menyala dengan terang.

Menyasar Nelayan
Karena hanya membutuhkan air garam dan elektroda, lampu yang belum dipasarkan secara masal ini sedang dipromosikan untuk digunakan oleh para nelayan untuk menangkap ikan di laut. Karena air laut mengandung garam, menyalakan lampu ini cukup dengan mengisikan air laut ke dalam lampu tersebut.

Untuk sekali pengisian, Age Petromat dapat bertahan hingga 8 jam. Sedangkan batang elektrodanya dapat bertahan hingga 120 jam atau 3 hari. Dan bila elektroda habis, cukup menggantinya dengan harga yang terjangkau. Selain itu,  Petromat ini didesain dengan reliabilitas yang tinggi, tahan banting dan tahan goncangan. Kelebihan ini sangat mendukung aktivitas nelayan yang tidak lepas dari goncangan gelombang air laut. Terlebih lagi, lampu ini dapat mengapung di laut, sehingga dapat sekaligus digunakan untuk menarik ikan-ikan supaya berkumpul pada sumber cahaya. Menangkap ikan pun menjadi lebih mudah.

Dukungan CSR
Atas semua kelebihan yang ditawarkan produk Petromat, ada harga yang harus dibayar. Memang, produk ini tidak seterjangkau produk-produk yang sudah ada. Satu unit produk Age Petromat dibanderol dengan harga 90 dolar atau sekitar sembilan ratus ribu rupiah. Harga ini tentu cukup sulit dijangkau oleh para nelayan.

Sejauh ini produk Petromat diberikan kepada para nelayan melalui program sosial dari perusahaan-perusahaan. Salah satunya adalah program Bhakti Sosial dalam rangka peringatan Hari Nusantara Nasional. BPH Migas selaku penyelenggara mengajak perusahaan-perusahaan untuk bersama-sama memberikan bantuan lampu Petromat bagi para nelayan. Dengan demikian, nelayan dapat menikmati manfaat lampu generasi baru ini tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal.

Selasa, 23 Juni 2015

Hidup dengan Hati di Suku Baduy

Memasuki terminal Ciboleger, Banten, mata saya dipertemukan dengan beberapa pemuda berpakaian hitam, penutup kepala putih, dan tas kain. Mereka telanjang kaki dan membawa tongkat kayu. Dari penampilannya, mudah saja menebak bahwa mereka adalah orang-orang Suku Baduy Dalam.
Terminal Ciboleger adalah starting point bagi wisatawan yang akan melakukan perjalanan ke Suku Baduy. Disinilah pemberhentian terakhir kendaraan, baik roda dua maupun roda empat. Selanjutnya, wisatawan harus berjalan kaki hingga sampai Suku Baduy.
Untuk sampai di Ciboleger, wisatawan yang datang tanpa kendaraan pribadi dapat menggunakan mobil 'omprengan' dari Stasiun Rangkas Bitung. Umumnya, mereka yang datang dari Ibu Kota menggunakan kereta dari Stasiun Duri dan berhenti di Stasiun Rangkas Bitung. Perjalanannya kurang lebih 2-3 jam. Sedangkan dari Rangkas Bitung menuju Ciboleger, masih diperlukan perjalanan kurang lebih 1,5 jam dengan medan yang cukup menantang. Tapi, ini baru pemanasan!

Wisata Suku
Pemuda-pemuda yang tadi saya lihat ternyata adalah orang-orang yang akan memandu kami untuk sampai di Baduy Dalam. Mereka sekaligus menawarkan jasa sebagai porter, pembawa barang-barang wisatawan.

Sapri, pemuda berusia 18 tahun ini adalah salah satu porter rombongan kami. Dia membawa dua ransel besar yang dia kaitkan pada sebatang kayu di pundaknya. Sapri berjalan bersama kami tanpa alas kaki, namun tidak ada raut lelah sedikitpun di wajahnya. Selama perjalanan, saya dan pengunjung lain suka bertanya banyak hal tentang kehidupan di sukunya.

Sapri bercerita sepanjang jalan dengan sangat ramah. Keramahan Sapri pun seolah merepresentasikan keramahan warga Suku Baduy yang sangat menghormati wisatawan yang berkunjung ke kampung mereka. Sesampainya di kampung mereka, wisatawan dipersilakan untuk menginap di rumah-rumah penduduk disana. Rumahnya sangat sederhana. Seperti rumah-rumah di desa, rumah-rumah di Suku Baduy masih menggunakan dinding dari anyaman bambu yang sering disebut 'gedhek' oleh orang jawa. Satu kampung terdapat sekitar lima puluh rumah. Jika penghuninya meningkat, suku baduy akan membuka lahan baru untuk dijadikan pemukiman.
Layaknya suku lain yang memiliki upacara adat, Suku Baduy pun memiliki ritual adat mereka sendiri. Keyakinan yg mereka anut disebut Sunda Wiwitan. Namun tak ada satu wisatawan pun yang pernah menyaksikan upacara adat mereka. Meskipun menyambut baik wisatawan, penduduk Suku Baduy tidak mengizinkan wisatawan datang ketika mereka sedang melaksanakan upacara adat mereka.

Pernikahan di Suku Baduy dilakukan melalui perjodohan oleh orang tua. Sang anak tidak diperbolehkan membangkang untuk dijodohkan meskipun telah menaruh hati pada seseorang. Sang anak pun tidak dapat meminta kepada orang tua untuk dijodohkan dengan orang di inginkan. Prinsipnya, suku ini sangat menjunjung tinggi rasa hormat kepada orang tua. Anak tidak boleh mendikte orang tua.

Mendengar cerita itu saya tertarik untuk bertanya kepada Sapri, apakah dia tertarik pada seorang wanita.
"Dia sudah menikah," ucap Sapri sambil tersenyum. Namun tidak terlihat kekecewaan di wajahnya. Hanya ekspresi polos dan ikhlas. "Kita anak, tidak boleh mendikte orang tua," lanjutnya. Sesaat saya takjub mendengar ucapan Sapri. Pada dasarnya apa yang dianut oleh Suku Baduy adalah hal-hal yang baik. Seorang anak tidak berhak mendikte orang tua, karena orang tua pasti akan memberikan segala hal yang terbaik untuk anaknya.

Perjalanan Panjang
Untuk mendapatkan nilai-nilai hidup dari Suku Baduy memang ada harga yang harus dibayar. Untuk bisa berinteraksi dengan mereka dibutuhkan perjalanan kurang lebih enam jam dengan berjalan kaki. Rute yang dilewati adalah bukit ke bukit, sehingga harus beberapa kali mendaki, turun, hingga menyeberang sungai. Melelahkan? Pasti! Namun sesampainya di perkampungan Baduy Dalam, keringat akan terbayar oleh perkampungan yang asri, suasana yang damai, dan penerimaan penduduk yang hangat.

Suku Baduy Dalam masih cukup anti dengan modernitas. Mereka tidak menggunakan produk-produk industri. Segala aktivitasnya masih sangat dekat dengan alam. Mandi, mencuci, dan sebagainya masih dilakukan di sungai. Dan inilah salah satu pengalaman paling unik para wisatawan yang datang ke suku ini.

@dwilestarin


Kamis, 29 Januari 2015

Di Balik Semangat Bangun Putera

Bangun Putera adalah Sekolah Luar Biasa di salah satu sudut Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sekolah ini terdapat anak-anak berkebutuhan khusus dengan beragam disabilitas, termasuk keterbelakangan mental.

Hari Sabtu (13/12/14), bersama dengan rekan-rekan mahasiswa dari Unit Penalaran Ilmiah UGM, saya berkunjung ke sekolah ini untuk berbagi dengan murid-murid Bangun Putera.

Membimbing Difabel
Kami mempersiapkan beragam keterampilan dan beberapa perlombaan. Lomba yang kami usung sederhana, seperti makan kerupuk, melempar bola, lari kelereng, dan menangkap ikan. Namun untuk anak dengan keterbelakangan mental, hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Kami perlu mendampingi setiap murid supaya dapat mengikuti lomba dengan baik. Membimbing anak-anak ini tidak semudah membimbing anak-anak normal. Ada saja tingkah polah mereka. Tak jarang ada anak yang tiba-tiba lari begitu saja sesuka hati ketika sedang mengikuti lomba.

Jika kami kewalahan, sesekali para guru membantu menangani murid. Para guru senantiasa berada di sekeliling kami. Mata para guru tak sedikitpun berlalu dari para murid, seolah memastikan bahwa mereka dapat mengikuti acara kami dengan baik.

Dedikasi di Balik Prestasi
Usai perlombaan, tak disangka ternyata pihak sekolah pun telah mempersiapkan pertunjukan dari perwakilan murid untuk menyemarakkan acara kami. Tiga orang murid dengan keterbelakangan mental menari reog lengkap dengan kostum pendukung. Gerakan tubuh mereka mengikuti iringan gending jawa dengan teratur. Tak hanya itu, ada pula pertunjukan fashion show dari murid-murid perempuan yang berlenggak bak peragawati. Mereka berdandan dengan kostum yang cantik. Ternyata, gadis-gadis ini baru saja memenangkan lomba fashion show internasional untuk difabel. Luar biasa!

Setelah merasakan sendiri bagaimana susahnya membimbing anak-anak berkebutuhan khusus, saya semakin salut pada para guru di Bangun Putera. Mereka mendedikasikan hidupnya untuk membimbing anak-anak ini hingga dapat berkreasi bahkan berprestasi. Ini tidak mudah, mereka paham itu. Diperlukan ekstra kesabaran dan keteguhan untuk bisa mengajari anak-anak difabel. Dan tanpa mereka, siapa yang akan membukakan jendela ilmu anak-anak itu?

Jumat, 23 Januari 2015

Ngacir ke Pulau Cipir

Hidup di Jakarta tak selamanya harus beradu dengan hiburan kota seperti mall. Di Jakarta bagian utara, terdapat pulau-pulau kecil yang disebut kepulauan seribu. Pulau Cipir adalah salah satu pulau yang letaknya paling dekat dari daratan Jakarta. Pulau ini satu komplek dengan pulau lain yang berdekatan seperti Pulau Onrust dan Kelor. Komplek pulau ini dikenal dengan wisata sejarahnya yang menyimpan bangunan-bangunan lawas peninggalan Belanda.

Dermaga Muara Kamal
Untuk menuju ke Pulau Cipir, perjalanan dimulai dari dermaga Muara Kamal. Dari Jakarta, tempat ini dapat diakses dengan Trans Jakarta jurusan kalideres dan berhenti di halte Rawa Buaya. Turun dari halte biasanya sudah ada angkutan yang menawarkan tumpangan untuk sampai ke dermaga Muara Kamal.

Di Muara Kamal akan dijumpai pemandangan pelelangan ikan lengkap dengan aromanya yang menyengat. Di sekeliling dermaga berjajar rumah penduduk yang bersanding dengan genangan-genangan air laut. Lingkungannya yang tidak teratur sebenarnya kurang layak untuk menjadi pemukiman. Namun disaat yang sama menjadikan orang tahu, bahkan di tempat yang tak nyaman pun, orang bertahan hidup.

Wisata Pulau
Dari dermaga Muara Kamal, wisatawan akan diangkut menggunakan kapal kecil yang berkapasitas 20 orang. Perjalanan ke Pulau Cipir memakan waktu kurang lebih satu jam. Cukup lama memang, namun di sepanjang perjalanan mata akan disuguhi pemandangan laut yang menyegarkan mata.

Di Pulau Cipir terdapat reruntuhan bangunan lama yang tadinya adalah rumah sakit pada jaman Belanda. Pulau ini cukup kecil, sehingga tidak butuh banyak waktu untuk mengexplore nya. Dalam satu hari, wisatawan dapat mengunjungi tiga pulau sekaligus.

Pepohonan dan suara ombak di Pulau Cipir memberikan relaksasi tersendiri. Menikmati angin dan hamparan laut sejauh mata memandang seakan mengembalikan semua kelelahan setelah beraktivitas di hari kerja. Karena jarak tempuhnya tidak begitu jauh dan hanya memakan satu hari, tak butuh wacana khusus untuk bersinggah kesini.

Kamis, 08 Januari 2015

Beradu dengan Badai di Ciwidey

Bandung adalah kota dengan pilihan wisata yang lengkap. Dari wisata kota, kuliner, belanja, hingga wisata alam tersimpan di ibukota periangan ini. Jika ingin berpaling dari rutinitas kota yang padat, Bandung punya Ciwidey yang dapat menjadi 'pelarian' mencari udara segar.

Kawah indah berbalut kabut
Ciwidey adalah suatu desa yang terletak sekitar 35 km di selatan kota Bandung. Di tempat ini, terdapat beragam wisata alam pegunungan yang akan memanjakan mata dan kamera setiap pengunjungnya.

Obyek wisata favoritnya adalah Kawah Putih, kawah dengan air hijau jernih yang terbalut kabut. Berhiaskan pepohonan tak berdaun, tempat ini seolah menjadi suatu dunia lain yang fantastis.

Perjalanan Panjang
Untuk menuju Ciwidey, diperlukan perjalanan yang cukup panjang, terlebih jika akhir pekan atau musim liburan. Karena jalannya yang sempit dan banyaknya pengunjung, macet adalah syarat sah untuk bisa menikmati indahnya Ciwidey.

Meskipun jauh dan macet, akses menuju Ciwidey cukup mudah. Jika ingin traveling ala backpacker, tersedia angkutan umum yang berangkat dari terminal Leuwi Panjang menuju terminal Cibeureum. Sampainya di Cibeureum berganti angkutan kecil berwarna kuning yang akan mengantarkan wisatawan sampai ke lokasi.

Beradu dengan badai
Setelah berperang dengan kemacetan, sampai di lokasi kawah pun wisatawan masih harus beradu dengan hujan badai jika berkunjung di musim hujan. Ditambah dengan kabut tebal dan angin pegunungan, perjalanan menuju kawah putih menjadi cukup menantang. Wisatawan akan cukup kesulitan untuk berfoto ditengah angin, hujan, dan kabut. Namun hal itu akan menjadi pengalaman foto yang tak terlupakan.

Danau, Air Panas, dan Kebun teh
Selain kawah putih, obyek pendamping lainnya adalah Situ Patenggang, danau yang akan mengajak pengunjungnya berlayar di atas gunung. Di tempat ini menyediakan perahu-perahu kecil yang akan mengantarkan wisatawan berkeliling danaub dan menikmati sensasi dinginnya angin gunung. Tempat ini hanya sekitar 3 km dari obyek wisata Kawah Putih.

Obyek lain yang sayang dilewatkan adalah pemandian air panas Ciwalini dan kebun teh yang terbentang di sepanjang jalan. Selain itu, banyak pula kebun stroberi yang menawarkan pengunjung untuk memetik sendiri.