Halaman

Minggu, 23 September 2012

Little Motivation for Bigger Achievement


Sharing dengan orang-orang hebat selalu memberikan kesan yang menarik untuk diingat. Adalah Nopa Widianto, kawan satu organisasi di Unit Penalaran Ilmiah UGM yang berhasil menyumbangkan emas dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2012. Bertemu di salah satu acara workshop PKM di salah satu universitas di Jogjakarta, kawan saya ini bercerita tentang pengalamannya bertanding di pimnas. Dari serangkaian ceritanya, saya tertarik  dengan salah satu kalimatnya, “Motivasi saya bikin PKM waktu itu simple, saya cuma pengen naik pesawat, eh dikasih bonus emas pas pulang, ya Alhamdulillah.”

Saya menyimpan baik-baik penggalan kalimat itu di benak saya. Sederhana namun bermakna. Kalimat itu memberikan inspirasi bahwa motivasi kecil, jika itu murni dari diri kita dan kita suka, akan memudahkan kita untuk melakukan sesuatu tanpa beban. Mengaku berasal dari lingkungan yang sederhana, ide PKM yang ia buat pun berangkat dari hal yang sederhana. Di wilayah tempat tinggalnya, masyarakat masih kesulitan membuat olahan makanan tradisional yang berasal dari saripati ubi karena pembuatannya masih manual. Berlatar belakang diploma elektronika, dirinya berinisiatif membuat suatu alat yang dapat memudahkan pembuatan saripati ubi. Fakta ini mengingatkan bahwa motivasi sederhana akan membuat seseorang akan lebih ikhlas melakukan sesuatu. Achievement akan mengikuti kemudian.

Mengapa saya tertarik untuk membahas hal ini? Karena prinsip motivasi sederhana yang dilakukan kawan saya tadi sejalan dengan apa yang ada di kepala saya.  Sayapun juga beberapa kali melakukan sesuatu dengan motivasi sederhana yang mungkin malah bisa dibilang konyol. Saya teringat kegemaran saya mengajar di sekolah-sekolah sebagai pengajar lepas, waktu itu hanya dilandasi kesenangan saya menulis dengan boardmarker di whiteboard. Sangat sepele. Beberapa kali orang-orang terkekeh mendengar motivasi saya, tapi ya that’s the way I am. Sekarang-sekarang ini memang saya belum bisa membuktikan suatu real achievement terkait motivasi sederhana seperti kawan saya tadi, tapi setidaknya saya merasakan betul suatu perasaan tanpa beban ketika melakukan pekerjaan kita. 

Kamis, 20 September 2012

Hotwave5: A Kind of an Extraordinary ‘Undongable’ Discussion


It’s a nice experience when we as an outsider people come to specific event that we haven’t ever joined before. It was Hotwave5, the name of a Residency Talk held by Cemeti Art House, one of art gallery in Jogjakarta, for its residency artist. It quite hard to explain what is residency, but in my simple word, it’s like a research for art artist to get a higher level of recognition. In academic, it’s like thesis for a post graduate student, and Residency Talk is like a proposal seminar that attended by anyone who will.

There were 3 residency artist came from other country; Agnes Christina from Singapore, Alex Cuffe from Australia, and Ellert Haitjema from Netherland.  Each artist has their own art style. Christina interested to explore theatrical art, Ellert prefer to make ordinary stuff to be another meaningful thing, then Alex also used ordinary property to make some artistic installation.


The event was just like an art discussion, mostly. The artist began with shared their interest of making art work, and then discussed it with the audience. Actually I confused when the artist explained their work. I just could enjoy the image in the projector. Initially, I thought that it was my listening problem, so I couldn’t catch what the artist said. In my point of view, only Christina, Singapore artist, who could deliver her point clearly. But, when the discussion opened, I started to catch that actually most of the audience, that mostly come from art academic and community, don’t really understand the explanation too. When audience asked to the artist, they looked confused with their own question. So the artist answered with different way, which’s not in the audience mind. It was so crowded, but this is the interesting point. One noticeable question was when the audience asked about one of artist’s artwork that seems to be so sensitive. How can’t? The art work was the poster of the ex king of Jogjakarta, and he put the shoe above it. Wonderful art work to be debated. It spent a half of the event to discuss this art work.

It’s quite interesting. Actually the case was so clear, but one thing that makes that discussion so long was art artist has their own idealism. It’s not only for the last topic I tell here, but for the overall discussion. It’s almost similar. Let say, ‘whatever u say, I have my own point of view, and I as long I think it’s fine, it will be fine’.  Artists have their own style in delivering something, so unique. But for common people like me, it’s quite hard to understand. And another artist it’s getting harder to understand because no one could open their mind to accept another. For me, take from javanesse word, I just can say it’s a kind of a extraordinary ‘undongable’ event. But for sure, I will come to this kind event again.  

Sri Gethuk: Another Green Canyon of Jogja

Kabupaten Gunung Kidul merupakan salah satu sudut Daerah Istimewa Yogyakarta yang sarat akan wisata alam. Mulai dari perbukitan, pantai pasir putih, gua, hingga air terjun tersimpan di sana. Obyek wisata di kawasan ini telah menjadi sasaran berlibur yang digemari. Letaknya yang cukup jauh dari kota tak menyurutkan minat pengunjung untuk berlibur di wilayah ini.

Salah satu rintisan wisata air yang sedang berkembang adalah Air Terjun Sri Gethuk, wisata air yang terletak di Desa Bleberan, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul. Belum terlalu terkenal memang, namun potensi wisata ini tak kalah menggiurkan.

Obyek wisata yang baru dikembangkan dalam dua tahun ini merupakan obyek wisata air terjun yang berada di aliran sungai Oya. Berdinding tebing tinggi dan pepohonan sepanjang sungai, kawasan ini terlihat sangat menarik dan asri. Disuguhi warna air sungai yang hijau jernih, mata pengunjung seolah dirayu untuk segera terjun menikmati air sungai.

Kawasan ini dikelilingi bukit batu kapur. Untuk mencapainya, diperlukan akses yang cukup panjang. Pengunjung harus melewati jalan batu kapur yang putih dan terjal. Di sepanjang jalan menuju obyek wisata, mata disuguni oleh kegiatan penambangan batu kapur secara manual oleh warga sekitar. Sesekali ada pula alat berat yang menggempur bebatuan. Jalanan yang sempit dan kawasan desa yang sepi, mengesankan seolah anda adalah satu-satunya pengunjung yang punya inisiatif singgah kesana. Namun, setelah menyusuri jalan yang cukup berulir, mata anda akan dicengangkan oleh lahan parkir yang dipenuhi oleh mobil dan motor.

Kawasan ini memang telah menjadi sasaran wisata alternatif dengan biaya yang cukup terjangkau. Biaya masuk kawasan ini hanya 3000 rupiah, itupun sebagai kontribusi parkir. Sesampainya di lokasi, pengunjung disuguhi pemandangan sungai hijau di bawah tebing. Untuk menikmati kawasan ini, pengunjung difasilitasi oleh perahu diesel dengan membayar 7500. Perahu ini akan membawa pengunjung ke lokasi air terjun. Jika berminat berenang, cukup menyewa pelampung seharga 5000 rupiah. Lelah bermain air, pengunjung dapat melepas lelah dengan kelapa muda dan Tiwul, makanan khas Gunung Kidul.