Halaman

Minggu, 23 Januari 2022

Angels in Twins

Novi
Sabtu pagi Novi lebih sibuk dari hari biasanya. Dia melakukan pekerjaan rumahnya sebagai seorang isteri dengan lebih cepat karena harus segera bergegas ke kota. Novi tinggal di Kabupaten Sukabumi, namun rumahnya berada di Kecamatan Cicurug yang masih membutuhkan waktu tiga jam untuk sampai ke Kota Sukabumi.

Untuk bepergian jarak jauh, Novi selalu mengandalkan angkutan umum. Dia sudah hafal dengan jalur angkutan warna-warni yang banyak beredar di kotanya. Dia pun hafal kapan jalanan macet.

Pukul sepuluh pagi Novi berangkat. Dia tahu akan menempuh perjalanan jauh yang penuh kemacetan. Benar saja, di sepanjang jalan macet dan hujan lebat. Sambil duduk di bangku angkutan umum, Novi sibuk melihat ponselnya. Dia beberapa kali mengetik pesan di Whatsapp

Setelah tiga jam perjalanan dan tiga kali berganti angkutan umum, Novi akhirnya sampai di tempat tujuannya.

"Assalamualaikum. Maaf ya, Kak, nunggu lama," ucap Novi saat menyapa seorang perempuan yang ia temui.

Novi bertemu dengan teman lamanya di sebuah Panti Asuhan di sudut Kota Sukabumi. Panti Asuhan itu adalah tempat Novi mengabdikan diri selama satu tahun setelah dia lulus sekolah dari yayasan yang sama di Jakarta. 

Dulu, saat Novi masih sekolah dan tinggal di asrama Panti Asuhan di Jakarta, perempuan itu sering datang untuk membantu dia dan teman-temannya belajar. Namun setelah lulus sekolah lima tahun yang lalu, Novi kembali ke tempat asalnya di Garut dan mereka tidak lagi bertemu.

"Aman kan, Han? Makasih ya." ucap Novi kepada Raihan, juniornya yang menjadi salah satu pegawai di yayasan. Selama Novi masih dalam perjalanan, Novi telah berkomunikasi dengan Raihan dan memberitahukan kalau akan ada tamu seorang perempuan yang datang sebelum dia. Novi meminta Raihan untuk mempersilakannya di ruangan yayasan sembari menunggunya datang.

"Iya kak, aku tinggal ke Kebun dulu ya." Ucap raihan seraya meninggalkan Novi dengan teman perempuannya.

Setelah beberapa obrolan kecil, Novi dan teman perempuannya bergegas menuju asrama putri untuk sholat sekaligus menjenguk anak-anak yang tinggal disana. Asrama putri terdiri dari dua lantai dengan kamar yang cukup banyak. Satu kamar dihuni oleh dua anak.

Novi menyapa salah satu penghuni kamar sembari meminta izin untuk sholat di kamarnya. Namanya Rizkiya, kelas 3 SMP yang sekolah di yayasan yang sama dengan panti asuhan yang ia tempati. Siang itu Rizkiya sedang tiduran sambil membaca buku, sementara teman sekamarnya sedang menikmati tidur siangnya.

Berkenalan dengan anak-anak di asrama menjadi hal yang menyenangkan bagi Novi, ia teringat hari-hari dimana dia juga pernah berada dalam asrama dan berbagi kamar dan tempat tidur dengan teman-teman lain. Kini, dia sudah tinggal bersama suami dan menjalani perannya sebagai seorang isteri.
 
Selesai sholat dan berbincang dengan anak-anak di asrama, Novi mengajak temannya berkeliling panti asuhan. Novi beranjak ke dapur dan menemui seorang perempuan disana. Namanya Teh Iis, dia adalah satu-satunya orang yang bertugas memasak untuk semua anak di asrama. 

"Teteh sehat?" sapa Novi sambil melihat-lihat kembali dapur yang ia kenal semasa pengabdiannya di yayasan.

"Ibu masak sendirian buat semua anak setiap hari? nggak capek bu?" tanya teman Novi yang salut dengan pekerjaan Teh Iis

"Enggak, saya mah seneng bisa masakin anak-anak disini, kadang juga anak-anak suka bantuin saya kalau saya lagi masak," jawab Teh Iis. "Ini pada mau ketemu Pak Haji ya?" lanjutnya. 

Pak Haji adalah sapaan untuk pemilik yayasan panti asuhan. Ia tinggal di lingkungan asrama dengan rumah yang sederhana. Di usianya yang sudah sangat lanjut, ia masih menekuni hobinya berladang.

"Oh enggak sih, Teh. Kita cuma main aja kesini. Nggak harus ketemu Pak Haji, takut ganggu."

"Pak Haji ada kok, lagi siap-siap mau ke ladang, temui saja. Pasti dia senang kalau ada tamu." saran Teh Iis.

Novi pun mengajak temannya menuju rumah Pak Haji. Di halaman rumah, Pak Haji sudah bersiap dengan sepatu boot dan peralatan untuk berladang. Novi pun menyapa Pak Haji dan mengenalkannya dengan temannya. 

Di usia yang sudah sangat senja, tubuh Pak Haji sudah tidak tegak lagi, wajahnya keriput, matanya menyipit, dan giginya sudah tidak utuh lagi. Namun dari wajahnya seperti terpancar semangat berbuat kebaikan.

Obrolan Novi dan temannya dengan Pak haji tidak banyak. Mereka tak ingin mengganggu Pak Haji yang akan ke ladang. Namun tak disangka Pak Haji justru mengajak mereka untuk ikut ke ladang dan melihat hasil-hasil kebun milik yayasannya.

Yayasan milik Pak Haji di Sukabumi memang mengelola ladang yang ditanami banyak sayur dan buah seperti jeruk, alpukat, durian, terong belanda, rempah-rempah, singkong, dan banyak lagi. Menariknya, semua tanaman di kebunnya, diberikan pupuk yang diproduksi sendiri. Jika sudah panen pun, hasil kebunnya sebagian dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan anak-anak asrama.

Selesai berkeliling kebun, Novi dan temannya berpamitan kepada Pak Haji dan anak-anak di asrama untuk pulang. Pak Haji pun mempersilakan dan dia tetap bekerja di ladang. 

Saat sudah berpamitan kepada anak-anak di asrama, Novi dan temannya dikagetkan dengan kehadiran Raihan yang membawa setandan pisang.

"Ini buat kakak berdua dari Pak Haji. Baru saja dipetik dari ladang." ucap Raihan.

"Lho nggak usah repot-repot, kami nggak bisa bawanya."

"Tolong jangan ditolak ya, Kak. Ini dari Pak Haji. Dia nggak punya apa-apa buat dibawain ke kakak, jadi kita disuruh metik pisang ini." ucap Raihan.

Seketik Novi dan temannya paham niat tulus Pak Haji yang ingin memuliakan tamunya. Novi pun meminta Raihan memotong setandan pisang itu menjadi tiga bagian supaya lebih mudah dibawa.

Nova
Minggu pagi, selesai sholat subuh Nova bergegas mengambil ponselnya dan membuka aplikasi ojek online. Hari Minggu kali ini aktivitas Nova sedikit berbeda dari hari minggu biasanya. Pakaian kotor yang biasanya ia cuci di hari minggu sudah ia selesaikan tadi malam. 

Pagi masih gelap, dan Nova sudah membonceng ojek online menuju Kota Sukabumi yang membutuhkan waktu empat puluh menit. Pukul enam kurang lima menit, Nova sampai di sebuah hotel dan langsung menuju salah satu kamar.

"Assalamualaikum. Bener kan, sebelum jam enam aku udah sampai," ucap Nova saat pintu kamar terbuka. "Maaf ya, Kak, gara-gara aku lembur jadi nggak bisa ikut ke asrama." lanjutnya.

Hari itu adalah pertemuan Nova dengan Novi, saudara kembarnya, setelah cukup lama berpisah semenjak Novi menikah. Bersama teman perempuan mereka yang kemarin bersama Novi berkunjung ke Panti Asuhan, Nova dan Novi akan menghabiskan hari minggu mereka berlibur di Situ Gunung yang dikenal dengan jembatan gantungnya.

Reuni kecil ini bermula dari Nova yang menyapa teman lamanya di social media. Bertanya kabar kerabat untuk menjaga tali silaturrahmi mungkin sudah tertanam pada Nova sejak dia sekolah. Berawal dari menceritakan kesibukan masing-masing, kemudian muncul rencana untuk bertemu kembali di Sukabumi sambil bersilaturrahmi ke Panti Asuhan disana. 


@kusdwilestarin






Minggu, 16 Januari 2022

Post Office

It was his office, located in the very center of the town called Nol Kilometer of Jogja. It's a heritage building near other landmarks of Jogja like Bank Indonesia, BNI, and Beteng Verdeburg. Heading to the south, there will be Alun - Alun Utara and Keraton, the house of The King of Yogyakarta. It's my father's office.

Meanwhile, I lives in the north of Jogja, eleven kilometers away from my father's office. When I  was a kid, my school was just near my house, so I rarely went to the downtown. The moment I went to the downtown was when I had to see the doctor or the dentist in my father's office clinic. 

Travel to the town
Visiting my father's office was a lovely thing to do. In the afternoon, usually at 4pm, me and my mother went to Post Office by public transportation, so we could back home together with my father. 

I still remember my mother and I took a minibus called Kopades from the main road of my housing and got off in Mirota Kampus. It was our halfway to destination. After that, we took another bus that brought us to my father's office.

Although it seemed like a long complicated trip, I loved it. It felt like I went for some kind of traveling. I enjoyed the sight of the road, traffic, buildings, and anything that I rarely see it in my daily. And the most favorite part of my trip to my father's office was the Malioboro street. It's a tourism spot where I could see a lot of people walked in a crowd, and a lot of street tenants sold various clothes and souvenirs.

City Attractions
Working in the downtown made my father always keep updated if there was attractions in Alun-Alun. The Sultan often held some traditional attractions called Gunungan, Sekaten, or special carnival for the royal wedding.

It was the Sultan's first daughter royal wedding when I was in elementary school. There was a royal carnival where the brides rode on a horse-drawn carriage, traveled through the  town to see the people. It was Sunday, and my father asked me to see the royal carnival from his office's roof top. I was so excited.

We rode a motorbike to my father's office. But we were late. The street was already crowded by people. We could not pass through the street and reached my father's office. 

But instead of turned back home, he brought me to some small restaurant called Sate Ayam Podomoro in Mataram street. We ordered some satay and my father said it would be a delicious sate ayam ever. While we were eating, there was a television in the restaurant that showed the Sultan's daughter Royal Wedding Carnival. We watched it together with other people there. Finally, we only see the carnival on tv while eating satay. It was like a romantic-failed-date with my father.

Today, whenever I passed Mataram Street and see Sate Ayam Podomoro, it brought my memory to the moment I visited there with my father watched the royal wedding carnival. Moreover, the beauty of the downtown is a also special memory for my self. It's not only a tourism spot that adorable for common people, it's a part of my page that remain me to my childhood with my father.

@kusdwilestarin

Sabtu, 01 Januari 2022

Tidak Sia-Sia

Singkat cerita, Nabi Yusuf AS kemudian diangkat menjadi pemimpin di Kerajaan Mesir. Padahal awalnya dia dibuang ke sumur sama saudara-saudaranya dan jadi budak. Kenapa Allah SWT izinkan Nabi Yusuf AS menjadi seorang pemimpin?

Jawabannya ada di Quran Surah Yusuf ayat 56: Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir, dia berkuasa penuh pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

Jadi kenapa Nabi Yusuf AS diberi Allah SWT kedudukan yang tinggi di Mesir? Karena Nabi Yusuf berbuat baik. Sewaktu dibuang ke sumur dia sabar, sewaktu menjadi budak dia bekerja dengan baik dan menjaga diri dari segala keburukan.

Itu adalah sepenggal cerita tentang Nabi Yusuf AS yang diceritakan oleh Zahra, salah satu anak di salah satu yayasan di Yogyakarta. Dia dengan percaya diri mengangkat tangan saat dia dan teman-temannya diberi tantangan untuk menceritakan kisah Nabi Yusuf AS 
pada saat berkumpul menunggu waktu magrib. 

Kisah Nabi Yusuf AS adalah satu-satunya kisah nabi yang diceritakan secara lengkap dalam satu surah secara urut sejak dia kecil hingga dewasa dengan segala perjalanan hidupnya.

Dari serangkaian kisah Nabi Yusuf AS yang cukup panjang untuk diceritakan secara lengkap, Zahra sangat cerdas dalam meringkas cerita dan mengutip satu ayat dari Surah Yusuf sebagai garis besar pelajaran, ayat 56. Dengan mengutip satu ayat itu, Zahra tidak hanya sedang bercerita, namun juga menyampaikan pesan kepada teman-teman yang mendengar ceritanya bahwa cerita ini bukan sekedar tentang kisah sejarah nabi. Tapi dari kisah itu Allah SWT memberi petunjuk supaya manusia terus berbuat baik. Kenapa? Karena pahalanya tidak akan sia-sia.

@kusdwilestarin