Halaman

Jumat, 28 Juni 2024

Gas Bumi di Dumai: Komoditas Penunjang Kilang dan Industri

Dumai dikenal dengan kota minyaknya Sumatera. Berkat adanya sumur dan kilang minyak, kota Dumai tumbuh menjadi kota mandiri yang maju. Tak hanya itu, berkat lokasinya yang strategis di tepi selat malaka, Dumai kini juga berkembang menjadi kota Industri yang disibukkan dengan ekspor impornya. 

Adanya fasilitas kilang di Dumai berdampak pada kebutuhan gas bumi sebagai komoditas penunjang. PT Kilang Pertamina Internasional selaku pengelola Kilang RU II Dumai membutuhkan gas bumi sebagai bahan bakar pada proses pengolahan minyak bumi. Penggunaan Gas Bumi diyakinin dapat memberikan efisiensi yang lebih baik dibandingkan bahan bakar minyak.

Munculnya kebutuhan akan gas bumi untuk kebutuhan Kilang diikuti dengan munculnya kebutuhan akan infrastruktur untuk mengirimkan gas bumi dari hulu hingga ke Kilang Dumai. Infrastruktur tersebut kemudian disediakan oleh PT Pertamina Gas dengan membangun pipa transmisi gas bumi Ruas Duri - Dumai sepanjang 67 kilometer. Pipa yang beroperasi sejak 2019 itu tersambung dengan pipa transmisi gas bumi milik PT Transportasi Gas Indonesia Ruas Grissik - Duri yang sudah lebih dulu beroperasi. Pipa Ruas Grissik - Duri mengangkut gas bumi yang berasal dari beberapa sumur gas seperti Blok Bentu, Corridor, dan Jambi Merang. 

Selain digunakan untuk kebutuhan kilang, pipa transmisi gas bumi Ruas Duri - Dumai juga mengangkut gas untuk kebutuhan industri dan Jaringan Gas Kota (Jargas) milik PT PGN. Pipa transmisi gas bumi bersifat open access, dimana pipa dapat digunakan oleh lebih dari satu pengguna. Sebagai pelaku usaha niaga gas bumi, PT PGN membeli gas dari hulu untuk dijual kepada konsumen yang terdiri dari industri dan rumah tangga. Untuk mengalirkan gas hingga ke konsumennya, PGN membangun infrastruktur pipa distribusi yang terkoneksi dengan pipa transmisi Ruas Duri - Dumai. Pipa ini dibangun sebagai sarana untuk membawa gas bumi dari pipa transmisi menuju masing-masing konsumen.

Tersedianya infrastruktur gas bumi memberikan nilai tambah bagi wilayah Dumai sehingga industri di wilayah ini dapat semakin berkembang. Meski hanya sebagai penunjang, ketersediaan gas bumi memberikan keuntungan bagi industri karena berdampak pada biaya operasional yang lebih efisien.


@kusdwilestarin

Minggu, 16 Juni 2024

Rumah Singgah Tuan Kadi : Rumah Singgah Sultan Siak di Pekanbaru

Di Kota Pekanbaru terdapat sebuah cagar budaya yang disebut Rumah Singgah Tuan Kadi. Rumah panggung sederhana yang dilestarikan itu berada di tepi Sungai Siak, dekat dengan Jembatan Siak 3, Kota Pekanbaru. Rumah siapa itu?

Tempat Singgah Sultan

Kadi / Qadi adalah sebutan untuk hakim syariat islam pada masa Kesultanan Siak. Seorang Kadi pada masa pemerintahan Sultan Qasim II yang bernama H Zakaria, memiliki rumah yang berada persis di tepi sungai siak, di wilayah Senapelan, Kotabaru. Mulanya, rumah itu adalah rumah milik ayah mertua H Zakaria, H Nurdin Putih yang kemudian ia tempati bersama istrinya, Fatimah binti Nurdin Putih.

Karena berada di tepi Sungai Siak, rumah H Zakaria kerap digunakan Sultan Qasim II untuk singgah saat berkunjung ke wilayah Senapelan. Pada masa itu, perjalanan dari istana Kerajaan Siak menuju Senapelan memakan waktu yang cukup lama menggunakan kapal melalui Sungai Siak. Setibanya di Senapelan, Sang Sultan singgah di rumah Sang Kadi sebelum melanjutkan perjalanan. Karena sering digunakan Sultan Qasim II untuk singgah, maka disebutlah Rumah Singgah Tuan Kadi.

Ikon budaya

Rumah Singgah Tuan Kadi yang kini menjadi ikon budaya Kota Pekanbaru ini seolah mengajak kita untuk membayangkan betapa panjangnya perjalanan seorang Sultan untuk mengunjungi wilayah lain. Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura yang hingga kini masih berdiri kokoh di Kabupaten Siak, jaraknya sekitar seratus kilometer dari Kota Pekanbaru. Di era modern saja, perjalanan dari Kabupaten Siak ke Pekanbaru memakan waktu dua hingga tiga jam perjalanan darat. Sementara pada waktu itu, perjalanan dilakukan melalui sungai menggunakan kapal. Terbayang kan lelahnya?

Rumah berdinding kayu yang dibangun pada 1928 ini masih terpelihara dengan baik. Warna dinding dan jendelanya berpadu dengan warna tirai yang cerah. Di dalam rumah, beberapa perabot seperti meja, kursi dan foto-foto dokumentasi tersusun rapi dan bersih. Meskipun tak cukup besar, rumah ini akan cukup memanjakan pecinta fotografi.

Di samping rumah ini dibangun panggung terbuka yang digunakan sebagai panggung budaya. Tempat ini digunakan untuk acara-acara budaya yang menampilkan tari-tarian ataupun acara adat tradisional. Rumah Tuan Kadi yang otentik menjadi background panggung yang apik.

@kusdwilestarin